Kasus-kasus penembakan misterius (petrus) pada
1982-1985 silam kini jadi bahan pembicaraan lagi. Pekan lalu, Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada pelanggaran HAM
berat dalam pembunuhan sistematis atas para preman dan orang-orang yang
dituduh melakukan kejahatan.
»Temuan ini sudah kami
serahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc
Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus Petrus, Stanley Adi Prasetyo.
Penyelidikan
Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat pemerintah Orde Baru
sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk mengatasi
gangguan keamanan kala itu.
Benarkah? Seorang pria yang disebut-sebut sebagai pelaku pertama operasi petrus di Jawa Tengah.
Namanya
M. Hasbi, bekas Komandan Kodim 0734 Yogyakarta. Setelah menjabat
komandan militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Dia
juga sempat menjadi anggota DPRD Jawa Tengah dari Partai Golkar. Kini
Hasbi adalah Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI
(Pepabri) Jawa Tengah. Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi
keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh keberadaan para
gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat
menganggu dan meresahkan masyarakat sehingga harus diberantas. Operasi
Petrus itu mulai November 1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai
Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat?
Indikasinya
sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa di Yogyakarta sudah tak
berani keluar karena takut pada gali. Operasi petrus adalah shock
therapy supaya tidak ada tindak kejahatan lagi.
Bagaimana awal mulanya Operasi Petrus dijalankan?
Saat
kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam Diponegoro, Pak
Ismail. Dia bilang, »Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu bilang, »Siap
laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami
membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari laporan
masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan
Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel
kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah
itu, semua preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para
preman diminta lapor untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman
yang sudah bisa menunjukan KTL akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya
sesuai standar, ada operasi. Jika premannya malah lari maka diberi
tembakan peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya.
Tapi, kadang-kadang ya, tembakan itu malah kena kepala atau tubuh,
karena medannya naik turun atau dia malah merunduk. Itu semua di luar
dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya
kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi penolakan
masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat.
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus di hampir seluruh wilayah Indonesia. (*)